0
Pengkhianatan Dua Cinta
Posted by Unknown
on
16.54
Buku itu jatuh dari raknya. Sebuah buku berjudul hidup itu mudah. Ku ambil buku itu dari lantai, ku usap karena banyak debu yang menyelimutinya. Aku kini teringat dengan seorang laki-laki yang memberi buku ini. Laki-laki yang meninggalkanku. "Laki-laki itu bagaimana sekarang kabarnya", gumamku.
Namaku adalah Ren, seorang gadis yang berulang kali tersakiti. Mendambakan kebahagiaan yang diberikan oleh Tuhan.
Buku yang ada ditanganku ini mengingatkanku ketika ia menduakanku. Pergi bersama wanita itu, wanita yang tak ku kenal tapi selalu menghantui hari-hariku. Wanita yang selalu menyalahkanku dan menamparku dengan kata-katanya.
Ku degar kini mereka telah menikah. Syukurlah dua pengkhianat itu telah bersatu.
Sekarang tinggal aku yang sendiri, mencari sosok yang sama denganku. Seorang laki-laki yang akan mencintaiku dan tak akan meninggalkanku.
Semua telah berlalu, cinta yang telah dipupuk dan dirawat selama 3 tahun itu kini telah mati. Hancur karena hama yang tiba-tiba menyerang. Aku hanya bisa terpaku karenanya, tak bisa apa-apa karena hati telah memilih.
Menangis dan diam itulah yang aku lakukan saat itu. Menangis diantara buku-buku dan gelapnya malam. Tak mau ada yang tahu akan kesedihan ini.
Air mataku telah lama terbuang, hampir 6 bulan aku terus menangisinya. "Laki-laki itu seharusnya tak kutangisi", kataku pada diri sendiri.
Namun, hati ini tak bisa dibohongi aku masih menyimpan rasa padanya. Pada laki-laki yang selalu menemaniku selama 3 tahun itu.
Waktu itu tak ada laki-laki yang dapat menggantikannya. Aku terus menutup hati, menguncinya rapat-rapat. Takut jikalau akan tersakiti lagi.
Aku trauma dengan sakit hati. Sakit yang benar-benar sakit. Sakit dikhianati dan ditinggal pergi.
“Huuft, masa-masa itu”, ucapku
Masa-masa yang tak ingin ku alami lagi. Namun, sepertinya takdir berkata lain. Ketika aku membuka hati untuk laki-laki lain dan merasakan sedikit kebahagiaan dengannya, pengkhianatan itu kembali terulang.
Aku ingat betul saat itu. Saat dimana angin berdesah gelisah, daun kelapa menyengir tanda marah, saat aku duduk bersamanya dan memutuskan untuk berpisah.
“Berpisah itu jalan terbaik untuk kita”, ucapnya sambil memelukku.
“Untuk kita? Aku rasa hanya untukkmu”, balasku dengan kesal
“Tapi kita sudah tak cocok, aku sudah tidak sepaham lagi denganmu”, timbalnya.
“Aku telah merasakan itu dari dulu, dan kamu menyakinkanku jika kamu sayang aku. Dan apa maksudnya ini?”, tanyaku.
“Aku memang benar-benar sayang kamu saat itu, tapi aku tak tau mengapa perasaanku berubah”, jawabnya.
“Ya sudah kita akhiri semuanya, agar kau bahagia,” kataku pertanda menyerah dengan hubungan ini.
Sebenarnya aku masih mencintainya, tapi aku tak tahan dengan sikapnya. Kita telah lama tak bicara, mungkin 2 minggu lamanya.
Aku telah lama mencium bau-bau perselingkuhan darinya, tapi ia tak mau mengaku dan hanya menyalahkanku ketika ada laki-laki lain yang mendekatiku. Ia selalu menuduhku menyimpan rasa dengan laki-laki lain. Aku pikir itulah jalan yang digunakannya untuk pisah denganku. Menyalahkanku, seolah aku yang salah.
Tapi sepertinya Allah ingin menunjukkan jalannya. Aku dapati dia telah bersama temanku, berduaan dan memadu kasih. Temanku, yang ku kenal dari semester 1 telah mengkhianatiku. Pengkhianatan yang tak kuduga sama sekali. Tega-teganya dia mengkhianati temannya sendiri, temannya yang sedang bersedih.
Sama dengan cerita sebelumnya, aku hanya diam melihat pengkhianatan ini. Terpaku dalam kesedihan dan menyembunyikannya dalam tawa. Berharap ada pangeran yang akan menghapus lukaku.
Aku telah 2 kali ditusuk dengan pisau yang sama. Pisau yang runcing itu, dan mereka tertawa di belakangku. Menertawakan semua penderitaannku.
#*Bagaimana kelanjutannya? Ikuti cerita berikutnya ya*#
Posting Komentar