0
Biografi Bondan Nusantara
Seorang laki-laki yang tak lagi muda namun jiwanya tetaplah
jiwa para pemuda yang masih menggelora hingga saat ini. Beliau adalah Bapak
Bondan Nusantara, seorang redaktur Swaka Kedaulatan Rakyat dan juga merangkap
sebagai sutradara ketoprak di TVRI. Beliau lahir di Bantul, 06 Oktober 1952.
Usia yang tak lagi muda tak memmbuatya berhenti berkarya. Ia masih setia
menjadi redaktur dan wartawan dan juga dalam melestarikan budaya Jawa.
Pekerjaanya sebagai redaktur tak memerlukan keterampilan yang banyak, dalam
pekerjaan beliau cukup mempunyai keterampilan dalam menulis selain itu
mengambil tema dari suatu kejadian atau peristiwa yang tidak dilihat orang lain
atau hanya dipandang sebelah mata oleh orang lain seperti, tabrak lari, hamil
di luar nikah, kegiatan mahasiswa, kegiatan sekelompok pemuda dalam masyaakat.
Beliau menganggap bahwasanya dalam pekerjaannya tidak ada dukanya, melainkan
hanya hambatan dan tantangan, misalnya dikejar deadline, dan bagaimana
membawakan berita yang kurang baik menjadi sebuah berita yang layak untuk
ditanyangkan. Menurut beliau juga, dalam pekerjaannya ini lebih banyak sukanya
karena beliau dapat belajar dan bertukar pikiran dengan orang lain, terutama
mahasiswa karena kini beliau menampung gagasan para mahasiswa yang dituangkan
dalam sebuah tulisan, dari hal ini beliau dapat mengerti seperti apa pikiran
mahasiswa sekarang dalam memandang suatu hal.
Beliau dalam awal karirnya ternyata tidak sengaja menjadi
wartawan karena beliau hanya iseng-iseng menulis namun beliau malah diajak oleh
bapak Hanung Kusumo untuk mejadi wartawan. Tidak mengagetkan bukan
mengingat sewaktu beliau masih duduk di bangku SMP dn SMA beliau sudah suka
dengan hal tulis menulis seperti menulis cerpen, puisi dan karya-karya tulis
lainnya.
Beliau menjadi wartawan sejak tahun 80’an dimana pada waktu
itu seorang wartawan tidak dituntut untuk bergelar S1 Ilmu Komunikasi, karena
mengingat pada waktu itu seseorang yang mendapat gelar S1 sangatlah minim.
Beliau mendapat keterampilan menjadi jurnalistik dan wartawan secara
otodidak. Beliau tidak berasal dari
latar belakang Ilmu Komunikasi, beliau hanya lulusan SMA yang terus belajar
hingga sekarang. Beliau tidak meneruskan S1 karena beliau menganggap beliau
sudah terlalu tua dan beliau lebih memilih belajar dari para mahasiswa, dan
menurut beliau hidup itu intinya harus belajar dan dengan siapa saja kita dapat
belajar. Keterampilan mejadi seorang jurnalistik dapat diperoleh ketika kita
peka terhadap lingkungan kita, dimana semua yang ada di lingkungan kita dapat
dituangkan dalam bentuk tulisan dari berbagai segi kita memandangnya. Menjadi
redaktur swaka beliau harus bisa menempatkan diri dalam kehidupan mahasiswa
yang mana kehidupan mahasiswa kini tidak sama dengan kehidupan beliau dulu.
Kehidupan mahasiswa kini telah terjebak dalam dua pilihan antara pragmatism dan
sosialisme. Mahasiswa kini tak seharusnya hanya berkutat dengan kuliah saja
namun seharusnya para mahasiswa juga mencari pengalaman di luar kampus agar
mereka mempunyai pengalaman lebih ketika mereka dalam masyarakat.
Menurut beliau prospek pekerjaan beliau kemasa yang akan
datang sangatlah luas, melihat dunia kini yang semakin canggih dan komunikasi
yang ada semakin luas, memperlihatkan profesi ini akan tetap eksis. Beliau
mengaku tidak ingin pindah profesi karena menurut beliau profesi ini adalah
bagian dari religious beliau yang membuat beliau nyaman. Beliau tak pernah
bosan dengan menulis, mungkin hanya perasaan jenuh yang kadang dirasakan, yang
biasanya diatasi beliau dengan mengalihkannya ke hal lain, misalnya seni. Yang
mana hal ini dapat melestarikan kebudayaan jawa, seperti yang dilakukan beliau
ketika beliau menjadi sutradara ketoprak yang ada di TVRI.
Keterampilan lain yang dibutuhkan dalam pekerjaan beliau ini
adalah memperbanyak referensi. Karena jika referensi kita banyak maka akan
muncul ide-ide yang mana bisa diperoleh dari referensi itu yang dipandang dari
segi lain.
Beliau tidak memandang honor dalam menulis, menurut beliau
honor itu adalah suatu akibat yang didapat ketika beliau menulis bukan menulis
utuk honor. Beliau memendang pekerjaan ini sebagai suatu pekerjaan untuk
menuangkan gagasan yang ada dalam pikiran beliau. Melatih kepekaan terhadap
lingkungan perlu sekali dilakukan jurnalistik, karena ini akan membantu
jurnalistik dalam menulis.
Beliau memilih menjadi wartawan yang tak terlibat dalam hal
criminal karena beliau tidak siap ketika melihat orang lain dipukuli oleh
masyarakat. Wartawan yang baik menurut beliau adalah wartawan yang tidak
menerima amplop, karena harga diri seorang wartawan akan dihargai dengan
seberapa ia menerima amplop tersebut. Yang terpentig menurut beliau adalah
pekalah terhadap lingungan sekitar dan kembangkanlah kebiasaan tulis menulis
karena setiap orang pasti mempunyai bakat dalam bidang jurnalistik.